Tuesday, June 15, 2010

Negeri Kartun itu Bernama Kaliwungu


Seorang pegawai negeri dari Kendal, Jawa Tengah, sejak kemarin sibuk di Habibie Center. Ia bukan ilmuwan, bukan aktivis lembaga itu, dan bukan pula calon anggota dewan legislatif meski Habibie Center sedang sibuk menjual kecap, mensosialisasi pemilu gaya baru Indonesia.

Pegawai negeri itu, Itos Boedy Santoso, sedang sibuk mengurusi pameran kartun. Bukan karena jabatannya sebagai kepala seksi pendidikan kesenian sehingga ia sibuk di pameran ini. Tapi, Itos adalah salah satu pendiri kelompok yang berpameran. Kelompok Kartunis Kaliwungu alias Kokkang.

Tidak dibutuhkan banyak alasan mengapa orang-orang Kaliwungu ini — sebuah kota kecamatan kecil, 20 kilometer dari Semarang — yang berpameran. Anggota Kokkang seperti “menguasai” dunia kartun Indonesia. Malah, di masyarakat kartun dunia pun mulai mengenal.


Kota kecil itu memang memproduksi begitu banyak kartunis, tidak proporsional jika diukur dari jumlah penduduk. Itos pun mungkin tidak pernah bermimpi bahkan kelompoknya menjadi begitu terkenal.

Padahal awalnya sederhana. Itos, yang kuliah di IKIP Negeri Semarang, bertemu dengan teman sekampung sekaligus se-almamater, Darminto M. Sudarmo. Darminto ini seniman “lengkap”. Ia menulis cerpen. Ia menulis esai sastra. Dan, yang terpenting, ia juga kartunis. Gambar lelucon.

Ketrampilan ini ia tularkan ke Itos. Kerja keras Itos rupanya membuahkan hasil. Salah satu karyanya dimuat di majalah psikologi Anda. Majalah yang sudah belasan tahun tidak terbit itu membuat Itos makin percaya diri.

Ia dan Darminto terus berkarya. Mereka, bersama Nurochim, pun mendirikan kelompok yang disebut Kelompok Kartunis Kaliwungu alias “Kokkang” pada 1981. Hingga, suatu ketika, mereka dan Jaya Suprana memiliki ide. “Mengapa tidak pameran di kota kecil,” kata Itos mengenang masa saat itu. Ini terobosan karena pameran kartun biasanya hanya dilakukan di kota besar seperti Semarang.

Selain membuat komposisi musik, menulis esai, atau membuat kartun, Jaya Suprana memang memiliki pekerjaan sampingan sebagai juragan Jamu Djago. Sebagai juragan salah satu pabrik jamu terbesar, dengan gampang ia menjadi sponsor utama pameran di Kaliwungu.

Maka, pada 1982, Itos dan Darminto mengadakan pameran di kampung halamannya. Kota kecamatan kecil Kaliwungu yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari Semarang. Sesuai adat Orde Baru saat itu, mereka menggunakan slogan yang cukup “wah” sebagai tema yaitu “Dalam Rangka memasyarakatkan Kartun dan Mengkartunkan Masyarakat.”

Pameran ini sangat sukses. Tiba-tiba saja sekitar 40 hingga 50 remaja ikut bergabung dengan Kokkang. Pemuda kota kecil yang sebelumnya hanya terkenal karena santrinya itu, rupanya melihat menjadi kartunis cukup trendi. Apalagi, kata Itos mengingat reaksi masyarakat kotanya, “Cuma menggambar begitu kan mudah.”

Memang mudah kelihatannya. Mereka pun mengadakan pertemuan mingguan dan diberi latihan-latihan. Mulai saat itu, kartun yang semula tampak sepele gambarnya menjadi lebih serius. Itos mengajari para remaja itu soal teknis grafis. “Bagaimana cara menggambar, bagaimana perspektif yang benar,” katanya.

Di sini Hukum Darwin berlaku. Seleksi alam berlangsung. “Ada faktor talenta di sini,” kata Itos. Meski kepada para yuniornya ia selalu menekankan pentingnya kerja keras. Tanpa talenta pun, jika rajin berlatih, akan berhasil. “Talenta hanya 30 persen.”

Doktrin ini rupanya berhasil. Keajaiban muncul. Dari kota yang hanya seukuran Cibinong itu, muncul para kartunis yang kemudian merajalela di Indonesia. Hampir tidak ada media massa di Indonesia, yang menyediakan rubrik kartun, yang tidak pernah memuat tulisan “Kokkang” di samping nama pembuatnya.

Itos, dan rekan-rekannya dari Kokkang, juga memiliki prestasi lumayan. Tidak hanya di Indonesia, mereka rajin menjarah sejumlah pameran dan kompetisi kartun dunia. Tak heran Itos pernah meraih anugerah Citation and Honorable Award dari Jepang dan Honory Plaque dari Turki.

Rekannya, Muhammad Muslih, meraih Honorable Mention dari Korea Selatan dan Generale Bank Prize dari Belgia. Begitu pula dengan Asbahar Subhi, Tevi Hanafi, Joko Susilo, dan Zainal Abidin yang pernah meraih anugerah serupa dari Jepang, Korea, dan Turki. Ini memang target Kokkang. Setelah menguasai Indonesia, kata Itos, “Harus go international.”

Saat ini Kokkang memiliki 55 anggota kartunis aktif. Sebanyak 15 orang di antaranya telah hijrah ke Jakarta dan Surabaya, bekerja sebagai kartunis atau desainer media cetak.

Keluarga Itos misalnya. Mereka memiliki delapan anak. Semua anak laki-lakinya, empat orang, terjun menjadi kartunis. Selain Itos, dua orang menjadi kartunis sekaligus desainer halaman media cetak di Jakarta.

Seorang menjadi pedagang, meski tetap sesekali menggambar kartun. Dan Itos sendiri, menjadi pegawai negeri di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kendal, kabupaten yang membawahi Kaliwungu. Jabatannya, kepala seksi pendidikan kesenian. Ini jabatan lanjutan setelah ia memulai karir sebagai guru SMP setelah lulus kuliah pada 1981.

Tidak heran, sejak kemarin Itos libur dahulu dari pekerjaan utama sebagai pegawai negeri. Ia pergi ke Jakarta, menikmati pameran kartun di Habibie Center.

Dari banyak tangan, tidak hanya Itos, Pameran yang berlangsung 4-15 Feburari beberapa tahun lalu itu menampilkan puluhan karikatur tentang pemilu. Tema yang ditampilkan cukup beragam. Mulai ijazah palsu para caleg, jualan kecap nomor satu juru kampanye, repotnya memilih banyak partai, konvoi peserta pemilu, sampai uang haram untuk membiayai kampanye pemilihan.

“Pameran ini bisa menjadi pendidikan politik dan sosialisasi pemilu,” kata Muladi, bekas menteri kehakiman yang memimpin The Habibie Center, memberi komentar yang berbau politik.

Bagi Itos, barangkali, pameran kartun ini membuktikan bahwa ketrampilan kartun itu seperti virus flu burung. Bisa menulari seisi kota.(Martono Loekito)

2 comments:

  1. salut buat Kartunis Kaliwungu. Sebagai pemuda kelahiran Kaliwungu saya ikut berbangga
    kalo pulang kampung jd pengen main ke markasnya Kokkang nich, di Sekopek kan?

    ReplyDelete
  2. Terimakasih Bos Izul...mari kita pupuk sama-sama talenta yang ada. Mampir ke Sekopek bisa, ke tempat tinggal Wijanarko juga bisa.

    ReplyDelete

Tuliskan komentar atau pendapat Anda di kolom ini kemudian klik Preview atau langsung Publish!